Selasa, 28 Oktober 2008

PEMIKIRAN M NATSIR (Mengenang 100th M Natsir - Pemikir, Pejuang & ulama)


Pendahuluan
Kalau ada seorang muslim yang paling berpengaruh di Indonesia salah satunya adalah Mohammad Natsir, tokoh reformis, religius dan nasionalis, tokoh yang sangat berpengaruh dalam upaya pergulatan kemerdekaan dan pembentukan Negara Republik Indonesia bersama Sukarno, Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Mohammad Roem dan Sutan Syahrir.

Mohammad Natsir adalah dai pejuang Islam yang mencoba mewarnai negara ini dengan nilai-nilai Islam yang aplikatif, bukan Islam politik tetapi mengaplikasikan nilai-nilai Islam yang universal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berbanding lurus dengan salah satu pemikiran beliau yang mencerminkan personifikasinya yang anti sekulerisme, menurut beliau tidak ada pemisahan antara agama dengan kehidupan nyata, dengan menolak bentuk negara dengan ideologi sekulerisme dan westernisasi ala Mustafa Kamal Attaturk di Turki. Pendapat beliau tentang sekularisme adalah suatu cara hidup yang mengandung paham, tujuan dan sikap hanya didalam batas keduniaan. Ia tidak mengenal akhirat, Tuhan dan sebagainya. Walaupun mereka mengakui adanya Tuhan, tetapi dalam persoalan hidup sehari hari umpanya, seorang sekuleris tidak menganggap perlu hubungan jiwa dengan Tuhan, baik dalam sikap, tingkah laku dan tindakan sehari-hari, maupun dalam arti doa dan ibadah.
Pemikiran beliau menjadi penting untuk diulas dalam konteks kekinian karena menyangkut beberapa aspek kehidupan yang penting bagi umat yang saat ini kehilangan ruh keislaman yaitu ”Islamisasi hayah” menjadikan Islam sebagai jalan hidup dalam semua aspek kehidupan riil tanpa terkecuali dan menjadikan Islam sebagai solusi sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta menjadikan politik bagian dari perjuangan Islam di Indonesia. Beliau tidak mentabukan Islam terjun didunia politik yang justru merupakan titik lemah umat Islam di Indonesia, mayoritas tetapi terpinggirkan dalam kancah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemikiran Mohammad Natsir menjadi penting dan relevan untuk dikaji ditengah kenyataan kondisi umat yang membutuhkan stimulan dan daya lecut kebangkitan Islam, mencari jalan keluar dari cengkraman hegemoni barat.

Sejarah Hidup
Mohammad Natsir lahir di Minangkabau, Sumatera Barat pada 17 Juli 1908 dan wafat di Jakarta, 6 Februari 1993 adalah pemimpin Masyumi dan salah seorang tokoh politik dan tokoh Islam di Indonesia. Kedua orang tuanya berasal dari Maninjau. Ayahnya Idris Sutan Saripado adalah pegawai pemerintah dan pernah menjadi Asisten Demang di Bonjol. Natsir adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Dia kemudian diangkat menjadi penghulu atau kepala suku Piliang dengan gelar Datuk Sinaro Panjang di Pasar Maninjau. Natsir pada mulanya sekolah di Sekolah Dasar pemerintah di Maninjau, kemudian HIS pemerintah di Solok, HIS Adabiyah di Padang, HIS Solok dan kembali HIS pemerintah di Padang. Natsir kemudian meneruskan studinya di Mulo Padang, seterusnya AMS A 2 (SMA jurusan Sastra Barat) di Bandung. Walaupun akan mendapatkan beasiswa seperti di Mulo dan AMS untuk belajar di Fakultas Hukum di Jakarta atau Fakultas Ekonomi di Rotterdam, dia tidak melanjutkan studinya dan lebih tertarik pada perjuangan Islam.
Pendidikan agama mulanya diperoleh dari orang tuanya, kemudian ia masuk Madrasah Diniyah di Solok pada sore hari dan belajar mengaji Al Qur’an pada malam hari di surau. Pengetahuan agamanya bertambah dalam di Bandung ketika dia berguru kepada ustaz Abbas Hasan, tokoh Persatuan Islam di Bandung. Kepribadian A Hasan dan tokoh-tokoh lainnya yang hidup sederhana, rapi dalam bekerja, alim dan tajam argumentasinya dan berani mengemukakan pendapat tampaknya cukup berpengaruh pada kepribadian Natsir kemudian. Natsir mendalami Islam, bukan hanya mengenai teologi (tauhid), ilmu fiqih (syari’ah), tafsir dan hadis semata, tetapi juga filsafat, sejarah, kebudayaan dan politik Islam. Di samping itu ia juga belajar dari H. Agus Salim, Syekh Ahmad Soorkati, HOS Cokroaminoto dan A.M. Sangaji, tokoh-tokoh Islam terkemuka pada waktu itu, beberapa di antaranya adalah tokoh pembaharu Islam yang mengikuti pemikiran Mohammad Abduh di Mesir. Pengalaman ini semua memperkokoh keyakinan Natsir untuk berjuang dalam menegakkan agama Islam.
Pengalaman organisasinya mulai ketika dia masuk Jong Islamieten Bond (JIB) di Padang. Di Bandung dia menjadi wakil ketua JIB pada 1929-1932, menjadi ketua Partai Islam Indonesia cabang Bandung, dan pada tahun empat puluhan menjadi anggota Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI), cikal bakal partai Islam Masyumi (Majlis Syura Muslimin Indonesia) yang kemudian dipimpinnya. Ia menjalin hubungan dengan tokoh politik seperti Wiwoho yang terkenal dengan mosinya “Indonesia Berparlemen” kepada pemerintah Belanda, dengan Sukarno, dan tokoh politik Islam lainnya yang kemudian menjadi tokoh Masyumi, seperti Kasman Singodimejo, Yusuf Wibisono dan Mohammad Roem.
Berbeda dengan tokoh pergerakan lainnya, sejak semula Natsir juga bergerak di bidang dakwah untuk membina kader. Pada mulanya ia aktif dalam pendidikan agama di Bandung, kemudian mendirikan lembaga Pendidikan Islam (Pendis) yang mengasuh sekolah dari TK, HIS, Mulo dan Kweekschool yang dipimpinnya 1932-1942.Di samping itu ia rajin menulis artikel di majalah terkemuka, seperti Panji Islam, Al Manar, Pembela Islam dan Pedoman Masyarakat. Dalam tulisannya dia membela dan mempertahankan Islam dari serangan kaum nasionalis yang kurang mengerti Islam seperti Ir. Sukarno dan Dr. Sutomo. Khusus dengan Sukarno, Natsir terlibat polemik hebat dan panjang antara tahun 1936-1940an tentang bentuk dan dasar negara Indonesia yang akan didirikan. Natsir menolak ide sekularisasi dan westernisasi ala Turki di bawah Kemal Attaturk dan mempertahankan ide kesatuan agama dan negara. Tulisan-tulisannya yang mengeritik pandangan nasionalis sekuler Sukarno ini kemudian dibukukan bersama tulisan lainnya dalam dua jilid buku Capita Selecta.
Kegiatan politik Natsir menonjol sesudah dibukanya kesempatan mendirikan partai politik pada bulan November 1945. Bersama tokoh-tokoh Islam lainnya seperti Sukiman dan Roem, dia mendirikan partai Islam Masyumi, menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan anggota Badan Pekerja KNIP. Dalam kabinet Syahrir I dan II (1946-1947) dan dalam kabinet Hatta 1948 Natsir ditujuk sebagai Menteri Penerangan. Sebagai menteri, tanpa rasa rendah diri dia menerima tamunya di kantor menteri dengan pakaian amat sederhana, ditambal, sebagaimana ditulis kemudian oleh Prof. George Kahin, seorang ahli sejarah Indonesia berkebangsaan Amerika yang waktu itu mengunjunginya di Yogya.
Ketika terbentuknya negara RIS sebagai hasil perjanjian KMB pada akhir Desember 1949, Natsir memelopori kembali ke negara kesatuan RI dengan mengajukan Mosi Integral kepada parlemen RIS pada tanggal 3 April 1950. Bersama dengan Hatta yang juga menjabat sebagai Perdana Menteri RIS, ide ini tercapai dengan dibentuknya negara kesatuan RI pada 17 Agustus 1950. Mungkin atas jasanya itu, Natsir ditunjuk sebagai Perdana Menteri oleh Sukarno, atau juga karena pengaruhnya yang besar, sebagaimana kemudian terlihat dari hasil Pemilu 1955.
Tidaklah mudah menjadi Perdana Menteri dalam keadaan sulit ketika itu. Hampir di semua daerah terdapat perasaan bergalau akibat perang yang menimbulkan rasa ketidak-puasan di mana-mana. Beberapa tokoh yang selama ini berjuang untuk Republik berontak, seperti Kartosuwiryo dan kemudian Kahar Muzakkar. Pengikut RMS dan Andi Azis yang berontak kepada Hatta masih belum tertangani. MMC (Merapi Merbabu Complex) yang beraliran komunis berontak di Jawa Tengah. Daud Beureuh menolak menggabungkan Aceh ke dalam propinsi Sumatera Utara. Walaupun kemudian Natsir pada bulan Januari 1951 berhasil membujuk Daud Beureuh yang sengaja berkunjung ke Aceh sesudah Assaat dan Syafruddin gagal meyakinkannya, namun Daud Beureuh meninggalkan pemerintahan dan pulang kekampungnya di Pidie. Dengan berat hati Natsir terpaksa membekukan DPR Sumatera Tengah dan mengangkat gubernur Ruslan Mulyoharjo sebagai gubernur. Dalam waktunya yang pendek (September 1950-April 51) Natsir membawa RI dari suasana revolusi ke suasana tertib sipil dan meletakkan dasar politik demokrasi dengan menghadapi bermacam kendala, termasuk perbedaan pendapat dengan Sukarno dan partainya PNI.
Sesudah meletakkan jabatannya di pemerintahan, Natsir aktif dalam perjuangan membangun bangsa melalui partai dan menjadi anggota parlemen. Pada pemilihan umum 1955 Partai Islam Masyumi yang dipimpinnya mendapat suara kedua terbanyak sesudah PNI walaupun memperoleh kursi yang sama dengan PNI. Pada sidang-sidang konstituante antara 1956-1957 dengan gigih dia mempertahankan pendiriannya untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara. Sebelum sidang konstituante ini berhasil menetapkan Anggaran Dasar Negara, Sukarno memaklumkan kembali ke UUD 1945 dan membubarkan parlemen serta konstituante hasil pemilu (melalui Dekrit 5 juli 1959 --FF). Natsir menjadi penantang ide dan politik Sukarno yang gigih dan teguh.
Penantangannya kepada Sukarno terutama karena Sukarno kemudian berubah menjadi pemimpin yang otoriter dan menggenggam kekuasaan di tangannya sendiri dengan bekerjasama dengan Partai Komunis Indonesia dan partai lain yang mau menuruti kemauan Sukarno. Bukan saja Natsir, Hatta pun malah juga terdesak. Hatta meletakkan jabatannya sebagai usaha mengembalikan presiden Sukarno ke jalur yang benar, tapi hal itu malah makin membuat Sukarno leluasa. Natsir makin terjepit karena pengaruh PKI yang anti Islam.
Pergolakan politik akibat perebutan hegemoni Islam dan non Islam yang mencuat secara demokratis di parlemen diikuti pula oleh kekisruhan ekonomi dan politik secara tidak terkontrol di luar parlemen. Hal ini berujung dengan munculnya kegiatan kedaerahan yang berpuncak pada pemberontakan daerah dan PRRI pada tahun 1958. Natsir yang dimusuhi Sukarno bersama Sjafruddin Prawiranegara dan Burhanuddin Harahap melarikan diri dari Jakarta dan ikut terlibat dalam gerakan itu. Karena itu partai Masyumi dan PSI Syahrir dipaksa membubarkan diri oleh Sukarno.
Ketika PRRI berakhir dengan pemberian amnesti, Natsir bersama tokoh lainnya kembali, namun kemudian ia dikarantina di Batu, Jawa Timur (1960-62), kemudian di Rumah Tahanan Militer Jakarta sampai dibebaskan oleh pemerintahan Suharto tahun 1966. Ia dibebaskan tanpa pengadilan dan satu tuduhanpun kepadanya.
Walaupun tidak lagi dipakai secara formal, Natsir tetap mempunyai pengaruh dan menyumbang bagi kepentingan bangsa, misalnya ikut membantu pemulihan hubungan Indonesia dengan Malaysia. Melalui hubungan baiknya, Natsir menulis surat pribadi kepada Perdana Menteri Malaysia Tungku Abdul Rahman guna mengakhiri konfrontasi Indonesia-Malaysia yang kemudian segera terwujud.
Karena tidak mungkin lagi terjun ke politik, Natsir mengalihkan kegiatannya, berdakwah melalui perbuatan nyata dalam memperbaiki kehidupan masyarakat. Pada tahun 1967 dia mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia yang aktif dalam gerakan amal.Lembaga ini dengan Natsir sebagai tokoh sentral, aktif berdakwah bukan saja kepada masyarakat dan para mahasiswa di Jakarta dan kota lainnya, tapi juga di daerah terasing, membantu pendirian rumah sakit Islam dan pembangunan mesjid, dan mengirim mahasiswa tugas belajar mendalami Islam di Timur Tengah. Bahkan di antara mahasiswa ini kemudian menjadi tokoh nasional yang religius seperti Amien Rais Yusril Ihza Mahendra, dan Nurchalis Majid, di antara beberapa tokoh penggerak orde reformasi yang mengganti orde Suharto.
Kegiatan dakwahnya ini telah menyebabkan hubungannya dengan masyarakat luas tetap terpelihara, hidup terus sebagai pemimpin informal. Kegiatan ini juga membawa Natsir menjadi tokoh Islam terkenal di dunia internasional dengan menjadi Wakil Presiden Kongres Islam se dunia (Muktamar Alam Islami) yang berkedudukan di Karachi (1967)dan anggota Rabithah Alam Islami (1969) dan anggota pendiri Dewan Masjid se Dunia (1976) yang berkedudukan di Mekkah. Di samping bantuan para simpatisannya di dalam negeri, badan-badan dunia ini kemudian banyak membantu gerakan amal DDII, termasuk pembangunan Rumah Sakit Islam di beberapa tempat di Indonesia. Pada tahun 1987 Natsir menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Center for Islamic Studies, London.
Namun kebebasannya hilang kembali karena ia ikut terlibat dalam kelompok petisi 50 yang mengeritik Suharto pada tahun 1980. Ia dicekal dalam semua kegiatan, termasuk bepergian ke luar negeri. Sejak itu Natsir aktif mengendalikan kegiatan dakwah di kantor Dewan Dakwah Salemba Jakarta yang sekalian berfungsi sebagai masjid dan pusat kegiatan diskusi, serta terus menerus menerima tamu mengenai kegiatan Islam.
Atas segala jasa dan kegiatannya pada tahun 1957 Natsir memperoleh bintang kehormatan dari Republik Tunisia untuk perjuangannya membantu kemerdekaaan Negara-negara Islam di Afrika Utara. Tahun 1967 dia mendapat gelar Doktor HC dari Universitas Islam Libanon dalam bidang politik Islam, menerima Faisal Award dari kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1980 untuk pengabdiannya pada Islam dan Dr HC dari Universitas Sains dan Teknologi Malaysia pada tahun 1991 dalam bidang pemikiran Islam.
Pada tanggal 7 Februari 1993 Natsir meninggal dunia di Jakarta dan dikuburkan di TPU Karet, Tanah Abang. Ucapan belasungkawa datang tidak saja dari simpatisannya di dalam negeri yang sebagian ikut mengantar jenazahnya ke pembaringan terakhir, tapi juga dari luar negeri, termasuk mantan Perdana Menteri Jepang, Takeo Fukuda yang mengirim surat duka kepada keluarga almarhum dan bangsa Indonesia.
Walaupun telah tiada, buah karya dan pemikirannya dapat dibaca dari puluhan tulisannya yang sudah beredar, mulai dari bidang politik, agama dan sosial, di samping lembaga-lembaga amal yang didirikannya. Perkawinannya dengan Nur Nahar, aktifis JIB pada tahun 1934 di Bandung telah memberinya enam orang anak.
Di antara karya-karyanya:
• Cultuur Islam, bersama CP Wolf Kemal Schoemaker, Pendidikan Islam, 1936
• Persatuan Agama dengan Negara, Padang, 1968
• Islam dan Kristen di Indonesia, Pelajar, 1969
• Capita Selecta, Bulan Bintang, 1973
• The New Morality, Disusun bersama SU Bajasut, 1969
• Islam dan Akal Merdeka, Hudaya, 1970

Pemikiran Mohammad Natsir
Pemikiran politik Natsir adalah pemikiran politik Islam, pandangan Natsir tentang Islam adalah agama pembebasan yang menegakan kemerdekaan jiwa seseorang dari kemusrikan dan takhayul dan rasa takut kepada selain Allah. Pembebasan manusia dari penindasan manusia dan golongan, pembebasan dari kemiskinan dan kefakiran, pembebasan manusia dari taassub (chauvinisme), yang menjadi sumber angkara murka antara bangsa dan bangsa, yang mencoba menegakan masyarakat dari musyawarah dengan menghargai nilai-nilai kemanusiaan, atas dasar hidup memberi hidup, bukan atas dasar siapa yang kuat, siapa diatas, siapa yang lemah, siapa mati (Survival of the fiftest).
Secara garis besar pemikiran Islam Mohammad Natsir yang dikaji dalam makalah ini meliputi tiga hal yaitu Mohammad Natsir dalam hubungannya dengan Sekulerisme, Misi Kristenisasi, Perang pemikiran dan orientalisme, dan Islamisasi Hayah.
Muhammad Natsir dan Sekularisme
Pendapat beliau tentang sekularisme adalah suatu cara hidup yang mengandung paham, tujuan dan sikap hanya didalam batas keduniaan. Ia tidak mengenal akhirat, Tuhan dan sebagainya. Walaupun mereka mengakui adanya Tuhan, tetapi dalam persoalan hidup sehari hari umpanya, seorang sekuleris tidak menganggap perlu hubungan jiwa dengan Tuhan, baik dalam sikap, tingkah laku dan tindakan sehari-hari, maupun dalam arti doa dan ibadah.
Kenyataan saat ini sekulerisme telah mengglobal dan mencengram dunia Islam, puncak keberhasilan sekulerisme barat adalah runtuhnya khilafah di Turki tahun1924, Kemal Attaturk meruntuhkan khilafah Islam Turki dan mengubah menjadi Turki yang Sekuler. Namun saat ini barat harus kembali berhadapan dengan proyek kebangkitan Islam yang mulai berhembus diseluruh penjuru dunia. Anis Matta menyebutkan indikatornya sebagai berikut :
Pertama, hanya empat tahun setelah runtuhnya khilafah Islam tepatnya tahun1928 berdirilah gerakan yang saat ini menjadi gerakan Islam terbesar dan tersebar di seluruh negara didunia yaitu Ikhwanul Muslimin di Mesir, beberapa tokohnya yaitu Hasan Al Banna, Sayyid Qutb, Yusuf Al Qardhawi, Muhammad Qutb, Mustafa Assyibai dan lain-lain, telah menjadi ikon perlawanan.
Kedua, gerakan islamisasi kampus yang terjadi hampir diseluruh dunia Islam menjadi agent of change bagi masa depan Islam. Kampus-kampus yang sebelumnya menjadi pusat-pusat sekulerisme berubah fungsi menjadi agen perubahan.
Ketiga, Suksesnya kudeta putih di Sudan tahun 1987, walaupun bukan khilafah namun Sudan memproklamirkan diri sebagai negara Islam.
Keempat, jihad di Afganistan selama empat belas tahun, berujung bukan hanya merdekannya Afganistan tetapi runtuhnya Uni Soviet, dengan implikasi global merdekanya negara muslim pecahan UniSoviet. Sementara pendukung kekuatan sosialisme dan komunisme dinegara Islam ikt berantakan.
Kelima, proses demokrasi yang merebak telah membuka kanal-kanal politik bagi gerakan Islam, yang dalam tempo singkat menjelama menjadi partai-partai Islam. Ada Partai Refah yang sekarang AKP di Turki, Partai Islam di Yaman, Partai Jemaat Islami di Pakistan, Front Islam di Yordania, Hamas di Palestina dan PKS di Indonesia.

Muhammad Natsir dan Misi Kristenisasi
Selain dikenal sebagai sosok yang alim beliau juga dikenal sebagai sosok yang berani melawan misionaris dan zending di Indonesia, ini dibuktikan oleh sebuah artikel yang ditulis Natsir pada tahun 1938, yang berjudul ”Suara Azan dan Lonceng Gereja”. (Ejaan telah disesuaikan dengan EYD).
Natsir membuka tulisannya dengan untaian kalimat berikut:
”Sebaik-baik menentang musuh ialah dengan senjatanya sendiri! Qaedah ini dipegang benar oleh zending dalam pekerjaannya menasranikan orang Islam. Tidak ada satu agama yang amat menyusahkan zending dan missi dalam pekerjaan mereka daripada agama Islam.”
Artikel Natsir ini mengomentari hasil Konferensi Zending Kristen di Amsterdam pada 25-26 Oktober 1938. Natsir sangat peduli dengan Konferensi tersebut, yang antara lain menyorot secara tajam kondisi umat Islam Indonesia. Dr. Bakker, seorang pembicara dalam Konferensi tersebut mengungkapkan kondisi umat Islam sebagaimana yang digambarkan dalam buku Prof. Dr. H. Kraemer, The Christian Message in a non-Christian World. Kata Dr. Bakker, ”Orang Islam yang berada di bawah pemerintahan asing lebih konservatif memegang agama mereka dari negeri-negeri yang sudah merdeka.”
Ditambahkan Natsir sangat peduli akan pengaruh pendidikan Barat terhadap generasi muda. Ia menulis, bahwa ketika itu, sudah lazim dijumpai anak-anak orang Islam yang telah sampai ke sekolah-sekolah menengah yang belum pernah membaca Al-Fatihah seumur hidupnya, atau susah payah belajar membaca syahadat menjelang dilangsungkannya akad nikah. Karena itulah, tulis Natsir, Prof. Snouck Hurgronje pernah menulis dalam bukunya, Nederland en de Islam, ”Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren.” (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam). Selanjutnya, Dr. Bakker mengingatkan, bahwa kaum misionaris Kristen harus lebih serius dalam menjalankan aksinya di Indonesia, supaya di masa yang akan datang, Indonesia tidak lebih susah dimasuki oleh misi Kristen.
Menanggapi rencana Misi Kristen di Indonesia tersebut, Natsir mengimbau umat Islam:”Waktu sekaranglah kita harus memperlihatkan kegiatan dan kecakapan menyusun barisan perjuangan yang lebih rapi. Jawablah Wereldcongres dari Zending itu dengan congres Al-Islam yang sepadan itu ruh dan semangatnya, untuk memperteguh benteng keislaman. Sebab tidak mustahil pula di negeri kita ini, suara azan bakal dikalahkan oleh lonceng gereja. Barang bathil yang tersusun rapi, akan mengalahkan barang haq yang centang-perenang.!” (Dimuat di Majalah PANDJI ISLAM, No. 33-34, 1938; dikutip dari buku M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (kumpulan karangan yang dihimpun dan disusun oleh Endang Saifuddin Anshari, (Bandung: CV Bulan Sabit, 1969).
Demikianlah salah satu pesan Natsir yang mengingatkan kaitan erat antara gerak Penjajahan, Misi Kristen, dan Orientalisme. Karena pentingnya peran pendidikan ala Barat dalam menjauhkan generasi muda Islam dari agamanya, bisa dimengerti jika Natsir sangat serius dalam upaya pendirian sejumlah universitas Islam di Indonesia. Kita berdoa, mudah-mudahan civitas academica di kampus-kampus Islam yang dipelopori pendiriannya oleh Natsir memahami misi besar ini, dan tidak terjebak ke dalam paham-paham sekularisme atau liberalisme Barat yang secara gigih diperangi oleh Natsir sepanjang hidupnya.
Muhammad Natsir dan Perang pemikiran & Orientalisme
Perang pemikiran atau ghazwul fikr saat ini merebak seiring dengan upaya sekulerisme dan memperkecil pengaruh Islam pada pemeluknya, Natsir pernah menyebutkan dalam tulisannya, bahawa Prof. Snouck Hurgronje pernah menulis dalam bukunya, Nederland en de Islam, ”Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren.” (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam).
Pengaruh itu begitu terasa saat ini perang pemikiran menggunakan berbagai macam cara, target antara perang pemikiran yang dilancarkan barat ke dunia Islam adalah melepaskan Al-Qur`an (syariat) dari umat Islam, Identitas Islam lepas dari ruh Islam sehingga dapat dengan mudah semua sumber daya bisa direbut barat tanpa susah payah dengan jalan berperang, inilah penjajahan model baru.
Kondisi ini didukung dengan salah satu tesis “the Clash Of Civilization” Samuel P. Huntington, Pendapat bahwa perdamaian dunia merupakan hal yang mustahil dan dunia akan mengalami disintegrasi. Dunia masa kini, menurut dia, diliputi oleh konflik yang tak lagi bertajuk pertikaian ideologi barat dan komunis, tapi antara peradaban yang berbeda. Huntington menempatkan pihak the West versus Islam sebagai dua pihak yang mendominasi hubungan politik global.
Sejalan dengan ide tersebut Rober Kaplan dalam The Coming of Acarchy (1994) pun mengungkapkan bahwa fenomena yang terjadi di tingkat politik dunia pasca-Perang Dingin justru menciptakan iklim yang utopis bagi perdamaian dunia. Menurut dia, dunia tengah memasuki fase ketidakberaturan global (global disorder), terutama ditandai dengan tidak mampunyai kemampuan negara menyelesaikan masalah keamanan nonmiliter, seperti penyakit AIDS, langkanya sumber daya alam, masalah pengungsi dan imigrasi, meningkatnya kejahatan lintas negara dan masalah keamanan lingkungan.
Bahkan Perdana Menteri Inggris Tony Blair menyebut ideologi Islam sebagai 'ideologi setan'. Dalam pidatonya pada Konferensi Kebijakan Nasional Partai Buruh Inggris, Blair menjelaskan ciri ideologi setan, yaitu: (1) Menolak legitimasi Israel; (2) Memiliki pemikiran bahwa syariat adalah dasar hukum Islam; (3) Kaum Muslimin harus menjadi satu kesatuan dalam naungan Khalifah; (4) Tidak mengadopsi nilai-nilai liberal dari Barat.
Islam memiliki potensi besar untuk bangkit dan menjadi peradaban yang memimpin dunia yang dikhawatirkan barat, setidaknya ada 3 faktor yang menyebabkan negara-negara Islam termasuk Indonesia, yaitu :
1. Hampir sebagian besar sumber daya alam dan mineral khususnya minyak bumi ada di bumi Islam, Arab Saudi, Irak, Iran, Checnya, Cina Selatan (Asia Tengah yang merupakan mayoritas Islam), Brunei sampai dengan Indonesia adalah penghasil minyak dunia. Tak hanya minyak Uranium, batu bara dan sumber daya alam hayati termasuk hutan dan perkebunannya ada di negara-negara yang mayoritas Islam.
2. Islam adalah jalan hidup bukan sekedar agama, “Islam not just a religion, but Islam is The Way Of Life”. Islam memiliki Al Qur`an dan Sunah yang menjadi Ideologi yang tidak pernah mati sampai kapanpun, inilah yang menjadi ketakutan terbesar kaum orientalis barat, sehingga dilakukanlah upaya-upaya perang pemikiran yang dilancarkan barat untuk melemahkan ideologi Islam dengan pemahaman budaya barat yang hedonis dan liberal.
3. Populasi penduduk muslim secara signifikan yang terus meningkat menjadi agama terbanyak kedua setelah kristen, inilah yang menjadi bahaya laten bagi barat secara fisik terancam dengan peningkatan populasi muslim di dunia bahkan terjadi di barat. Populasi barat semakin terancam karena negara barat memiliki piramida penduduk yang lancip yaitu prosentase penduduk tua yang banyak.
Karena faktor inilah barat dengan segala upaya melakukan berbagai macam cara termasuk melakukan konspirasi internasional yang bisa melemahkan kekuatan Islam dalam hal ini negara dunia ketiga, diantaranya adalah : Menjadikan demokrasi, HAM, isu-isu terorisme dan liberalisme dengan menggunakan kedok pembangunan politik, sebagai alat untuk semakin melemahkan negara-negara dunia ketiga.
Muhammad Natsir dan Islamisasi Hayah
Pemikiran M Natsir yang juga menarik untuk ditelaah adalah upaya Islamisasi Hayah, upaya untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan negara. Karena inilah yang dilakukan Rasulullah Saw pada tahapan salah satu tahapan dakwahnya; menegakkan negara. Sebagai sebuah bangunan, negara membutuhkan dua bahan dasar manusia dan sistem. Manusialah yang akan mengisi supra struktur, sedang sistem adalah perangkat lunak, sesuatu dengan apa negara bekerja. Dan Islam adalah sistem itu, maka ia given. Tapi manusia adalah suatu yang dikelola, dibelajarkan, sedemikian rupa sampai sistem terbangun dalam dirinya sebelum kemudian mengoperasikan negara dengan sistem tersebut. Dan untuk itulah Rasulullah Saw memilih manusia-manusia terbaik yang akan mengoperasikan negara itu.
Hijrah dalam sejarah dakwah Rasulullah adalah sebuah metaforfosis dari “gerakan” menjadi negara. Tiga belas tahun sebelumnya, Rasulullah saw, melakukan penetrasi sosial yang sistematis, dimana Islam menjadi jalan hidup individu, dimana Islam “memanusia” dan kemudian memasyarakat. Sekarang, melalui hijrah, masyarakat itu bergerak linier menuju negara. Melalui hijrah gerakan dakwah itu menjadi negara, dan Madinah adalah wilayahnya. Kalau inividu membutuhkan aqidah, maka negara membutuhkan perangkat sistem. begitulah setelah komunitas Muslim menegara, dan mereka memilih Madinah sebagai wilayahnya, Allah Swt menurunkan perangkat sistem yang mereka butuhkan; maka turunlah ayat-ayat hukum dan berbagai kode etik sosial, ekonomi, politik dan keamanan lainnya. Lengkaplah sudah susunan kandungan sebuah begara: manusia, tanah dan sistem.
Apa yang kemudian dilakukan Rasulullah Saw, sebenarnya relatif mirip dengan semua yang mungkin dilakukan para pemimpin politik yang baru mendirikan negara. Pertama, membangun infrastruktur negera dengan masjid sebagai simbol dan perangkat utamanya. Kedua, menciptakan kohesi sosial melalui proses persaudaraan antara dua komunitas darah yang berbeda tapi menyatu sebagai komunitas agama, antara sebagian komunitas "Quraisy" dan "Yatsrib" menjadi komunitas "Muhajirin" dan "Anshar". Ketiga, membuat nota kesepakatan untuk hidup bersama dengan komunitas lain yang berbeda, sebagai sebuah masyarakat pluralistik yang mendiami wilayah yang sama, melalui Piagam Madinah. Keempat, merancang sistem pertahanan negara melalui konsep Jihad fi Sabilillah.
Lima tahun pertama setelah hijrah dipenuhi oleh kerja keras Rasulullah Saw beserta para sahabat beliau untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidup negara Madinah. Dalam kurun waktu itu, Rasulullah Saw telah melakukan lebih dari 40 kali peperangan dalam berbagai skala. Yang terbesar dari semua peperangan itu adalah Perang Khandak, di mana kaum Muslimin keluar sebagai pemenang. Setelah itu tidak ada lagi yang terjadi di sekitar Madinah, karena semua peperangan sudah bersifat ekspansif. Negara Madinah membuktikan kekuatan dan kemandiriannya, eksistensinya dan kelangsungannya. Di sini kaum Muslimin telah membuktikan kekuatannya, setelah sebelumnya kaum Muslimin membuktikan kebenarannya.
Muhammad Natsir dan Pergerakan Islam di Indonesia
Pemikiran-pemikiran Natsir atau yang mirip dengannya kembali semarak pada dasawarsa terakhir, tepatnya ketika gerakan Islam modern bermunculan di Indonesia, pergerakan-pergerakan tersebut ada yang radikal dan moderat. Diantara pergerakan Islam tersebut dalam buku “Islam dan Radikalisme di Indonesia” yaitu :
1. Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)
2. Jamaah Salafi
3. Front Pembela Islam
4. Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam
5. Darul Islam
6. Hizbut Tahrir Indonesia.

Disamping itu ada pergerakan-pergerakan Islam lain yaitu Jamaah Tabligh, Jamaah Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin/PKS) dan Sempalan-Sempalan NII.
Salah satu gerakan yang terbesar yang cukup menancapkan pengaruh di Indonesia adalah gerakan tarbiyah Ikhwanul Muslimin yang kemudian menggunakan baju Partai Keadilan Sejahtra (PKS) dalam dakwahnya di Parlemen. Gerakan tarbiyah pertama kali muncul pada awal tahun 1980an, pergerakan tarbiyah ini bukan hanya memberikan warna baru bagi pergerakan Islam Indonesia, tetapi dengan kekhasannya mentransformasikan diri sebagai salah satu kekuatan pendorong reformasi politik, sosial, maupun budaya di Indonesia.
Salah satu ciri khas gerakan tarbiyah adalah Islamisasi yaitu usaha mengajak manusia memeluk Islam dan menjalakan ajaran-ajarannya. Dan ini dimaknai secara berbeda dari generasi santri lama oleh Gerakan Tarbiyah, gerakan santri baru tarbiyah memiliki orientasi keagamaan dan sumber-sumber inspirasi yang tidak semata-mata menyandarkan pada warisan keagamaan para pendahulu mereka. Dengan ditunjang kemajuan teknologi dan meluasnya interaksi sosial mereka memungkinkan kelompok santri tarbiyah mengadopsi pemikiran dari luar negeri.
Gerakan Tarbiyah dalam hal ini PKS menurut Dr. Greg Fealy tidak seperti partai-partai Islam lainnya PKS mengambil sumber inspirasi ideologi dan organisasi utamanya dari luar dan menjadikan pemikiran Ikhwanul Muslimin di Mesir sebagai model acuan. Berbeda dengan partai-partai Islam lain, PKS menaruh perhatian yang cukup besar terhadap berbagai peristiwa dibelahan dunia Islam, berbagai buku-buku Ikhwanul Muslimin diterjemahkan dan diterbitkan oleh anggota-anggotanya, banyak rujukan mereka terhadap Hasal Al Banna atau Sayyid Qutb dalam dokumen-dokumen mereka. Sebuah gerakan yang mencoba memadukan nilai-nilai Islam yang konseptual kedalam kehidupan demokrasi dengan kendaraan partai dakwah.

Kesimpulan
Mohammad Natsir adalah inspiring poeple bagi pergerakan Islam di Indonesia, spirit Islam memadu sempurna dengan gerak langkahnya. Berbagai pemikirannya relevan bagi pergerakan-pergerakan Islam yang ingin membangkitkan kejayaan Islam sebagaimana telah di janjikan bahwa Islam akan kembali menjadi sebuah peradaban besar dunia, seperti halnya dulu selama lebih dari 10 abad eksis menjadi sebuah peradaban besar/adidaya dunia, yang sekarang baru kurang dari 1 abad kepemimpinan peradaban dunia dipegang oleh barat dalam hal ini Amerika dan Eropa. Peradaban pasti akan terus bergulir seperti roda peradaban dunia.
http://qudrat.multiply.com/journal?&page_start=20

0 Comments:

blogger templates | Make Money Online